A. Definisi Komunikasi
Menurut
William Albig (1939) dalam Anwar Arifin (2003: 25) berpendapat bahwa komunikasi
adalah proses pengoperan lambing-lambang yang berarti antara individu-individu.[1] Komunikasi
(communication) adalah proses sosial
di mana individu-individu menggunakan
simbol-simbol untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna dalam lingkungan
mereka.[2]
Definisi
yang menempatkan komunikasi sebagai control social dimulai oleh Carl I.
Hoveland (1948) yang kemudian dikemukakan juga antara lain oleh Shannon dan
Weaver (1949) dan oleh Shachter (1961). Dalam Anwar Arifin (2003: 26) Hoveland
merumuskan: “komunikasi adalah proses di mana seseorang (komunikator)
menyampaikan perangsang-perangsang (biasanya lambing-lambang dalam bentuk
kata-kata) untuk mengubah tingkah laku orang lain.[3]
Pertama-tama, sepenuhnya diyakini
bahwa komunikasi adalah suatu proses sosial. Ketika menginterpretasikan
komunikasi secara sosial (social), maksud yang disampaikan adalah
komunikasi selalu melibatkan manusia serta interaksi. Artinya, komunikasi
selalu melibatkan dua orang, pengirim dan penerima. Keduanya memainkan peranan
yang penting dalam proses komunikasi. Ketika komunikasi dipandang secara
social, komunikasi selalu melibatkan dua orang yang berinteraksi dengan
berbagai niat,motivasi,dan kemampuan. Kemudian ketika membicarakan komunikasi
sebagai proses (process), hal ini berarti komunikasi bersifat berkesinambungan dan
tidak memiliki akhir. Komunikasi juga dinamis, kompleks, dan senantiasa
berubah. Melalui pandangan mengenai komunikasi ini, menekankan bahwa
menciptakan suatu makna adalah sesuatu yang dinamis. Oleh karena itu,
komunikasi tidak memiliki awal dan akhir yang jelas.[4]
B. Jenis Komunikasi
Bagi
pihak yang menekankan pada penggunaan
media, maka komunikasi dibagi atas
dua bagian, yaitu komunikasi media (beralat)
dan komunikasi tatap muka (non
media). Selanjutnya komunikasi media dibedakan lagi atas dua jenis, yaitu
komunikasi dengan menggunakan media massa
(pers, radio, film, dan televise) dan komunikasi dengan menggunakan media individual (surat telegram,
telepon, dan sebagainya).[5]
Jika
komunikasi dititik beratkan pada sifat
pesan, maka komunikasi dapat dibagi pula ke dalam dua jenis, yaitu komunikasi massa (isinya bersifat umum)
dan komunikasi personal (isinya
bersifat pribadi). Komunikasi massa dapat menggunakan media massa, sedangkan
komunikasi personal boleh menggunakan alat seperti surat, telepon, dan telegram.[6]
Selain
dari pembagian diatas, terdapat juga cara membagi komunikasi berdasarkan
pengirim dan penerima atau peserta komunikasi.
Dengan demikian komunikasi yang berlangsung antara dua orang, dinamakan komunikasi kelompok (ada kelompok kecil
dan ada kelompok besar), Dn yang berlangsung dengan massa, dinamakan komunikasi massa. Selain dari ketiga
jenis komunikasi itu (personal, kelompok, massa), para sosiolog menambahkan
satu lagi jenis komunikasi, yaitu komunikasi
organisasi yaitu komunikasi yang berlangsung di dalam organisasi (formal).[7]
C. Etika dan Komunikasi
Menurut
Englehardt (2001) dalam Ricard West dan Lynn H. Turner (2007: 17) Etika
merupakan suatu tipe pembuatan keputusan yang bersifat moral, dan menentukan
apa yang benar dan salah dipengaruhi oleh peraturan dan hukum yang ada di
masyarakat.[8]
Etika
melampaui segala cara kehidupan dan melampaui gender, ras, kelas sosial,
identitras seksual, dan agama dan kepercayaan. Dengan kata lain kita tidak
dapat menghindari prinsip-prinsip etis dalam kehidupan kita. Donald Wright
(1996) dalam Richard West dan Lynn H. Turner (2007: 18) berpendapat bahwa etika
merupakan bagian dalam hampir semua keputusan yang kita buat.[9] Perkembangan
moral merupakan bagian dari perkembangan umat manusia dan seiring dengan bertambahnya
usia kita,kode moral kita juga mengalami perubahan menuju kedewasaan.[10]
Ken
Andersen (2003) dalam Richard West dan
Lynn H. Turner (2007: 18) berpendapat bahwa :
“Tanpa pemahaman dan ekspresi nilai-nilai
etika, masyarakat akan dirugikan, melanggar norma-norma komunikasi etis
merupakan faktor utama dalam malaise yang telah menyeret banyak orang untuk
menarik diri dari budaya bersama, baik dari profesi, asosial, maupun arena
politik mereka.”
Dari
sudut pandang komunikasi, isu-isu mengenai etika muncul ke permukaan setiap
kali pesan-pesan memiliki kemungkinan untuk mempengaruhi orang lain.
Hubungan antara komunikasi dan etika
sangat pelik dan rumit.
D. Teori dalam Komunikasi
Berikut
beberapa teori mengenai komunikasi :
1. Teori
Atribusi
Teori atribusi ini
ditulis oleh Valerie Manusov dan Brian Spitzberg (2008), yang berjudul Attribution Theory, dengan subjudul, Finding Good Cause in the Search for Theory.
Menurut mereka , manusia merupakan makhluk yang mempunyai sifat ingin tau:
kita ingin tau mengapa dan bagaimana sesuatu dapat terjadi, kita mengembangkan
agama, falsafat dan ilmu pengetahuan sebagai cara-cara untuk menjawab
pertanyaan-pertanyan kita itu.[11]
Kita dengan mudah dapat melihat banyak contoh sehari-hari mengenai ini dalam
pikiran-pikiran kita, dan dalam percakapan-percakapan kita dengan teman.
2. Teori
Penetrasi Sosial
Untuk memahami
kedekatan hubungan antara dua orang, Irwin Altman dan Dalmas Taylor (1973)
dalam Richard West dan Lynn H. Turner (2007: 196) mengonseptuliskan Teori
Penetrasi Sosial (Social Penetration
Theory-SPT). Keduanya melakukan studi yang ekstensif dalam suatu area
mengenai ikatan sosial pada berbagai macam tipe pasangan. Teori ini
menggambarkan suatu pola pengembangan hubungan, sebuah proses yang mereka
identifikasikan sebagai penetrasi social. Penetrasi
sosial merujuk pada sebuah proses ikatan hubungan dimana individu-individu
bergerak dari komunikasi superfisial menuju komunikasi yang lebih intim.[12]
3. Teori
Analisis Percakapan
Teori ini ditulis oleh
Jenny Mandelbaum (2008) sebagai salah satu teori komunikasi yang terpusat pada
wacana/interaksi. Teori ini dengan judul aslinya, Conversation Analysis Theory di singkat CA dengan subjudul, A Descriptive Approach to Interpersonal
Communication menawarkan teori deskriptif berdasarkan observasi tentang
komunikasi (atau lebih khususnya lagi untuk CA, percakapan, dan perilaku
lainnya dalam interaksi) dengan implikasi bagi studi komunikasi antar pribadi.
Tujuan utama CA ialah menyusun kebiasaan-kebiasaan dan keberaturan-keberaturan
dasar yang masuk diakal mengenai interaksi yang membentuk dasar untuk
komunikasi setiap hari dalam suasana formal dan professional.[13]
4. Teori
Pertukaran Sosial
Seorang teoritikus Pertukaran Sosial (Social Exchange) yang mengamati hubungan
, Meredith dan La Tasha akan memprediksikan bahwa hubunganh itu akan mengalami
masalah karena hubungan itu saat ini tampaknya membutuhkan lebih banyak
pengorbanan daripada memberikan penghargaan. Teori pertukaran social (Social Exchange Theory-SET) didasarkan
menghitung pengorbanan dan membandingkannya dengan penghargaan yang didapat
dengan meneruskan hubungan itu. Pengorbanan
(cost) adalah elemen dari sebuah
hubungan yang memiliki nilai negatif
bagi seseorang. Penghargaan (rewards) adalah elemen-elemen dalam
sebuah hubungan yang memiliki nilai positif.[14]
Referensi
Arifin, Anwar. (2003). Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
West, Richard & Turner H. Lynn. (2007). Pengantar Teori
Komunikasi Analisis dan Aplikasi. Penerjemah Maria Natalia Damayanti Maer.
Jakarta: Salemba Humanika.
Budyatna, Muhammad.
(2015).Komunikasi Antar Pribadi.
Jakarta: Prenada Media.
[1] Anwar Arifin.2003. Ilmu Komunikasi, RajaGrafindo Persada:
Jakarta,hlm. 25.
[2] Richard West dan Lynn H.
Turner.2007. Pengantar Teori Komunikasi, Salemba
Humanika: Jakarta.hlm, 5.
[3] Anwar Arifin, Op.Cit, hlm.26.
[4]Richard West dan Lynn H.
Turner, Op.Cit, hlm.6.
[5] Anwar Arifin, Op.Cit, hlm.31.
[6] Ibid, hlm.31.
[7] Ibid, hlm.31.
[8] Richard West dan Lynn H. Turner,
Op.Cit, hlm.17.
[9] Ibid, hlm.18.
[10] Ibid, hlm.18.
[11] Muhammad Budyanta.2015. Komunikasi Antar Pribadi, PrenadaMedia
Group: Jakarta, hlm.42.
[12] Richard West dan Lynn H.
Turner.2007. Pengantar Teori Komunikasi, Salemba
Humanika: Jakarta, hlm.196.
[13] Muhammad Budyatna, Op.Cit,
hlm.174.
[14] Richard West dan Lynn H. Turner,
Op.Cit, hlm.215
Tidak ada komentar:
Posting Komentar